Indonesian consumers continue to be optimistic, expecting higher incomes and savings, but with decreased spending. Many intend to keep using digital services and omnichannel methods.
McKinsey & Company – Survey: Indonesian consumer sentiment during the coronavirus crisis, October 2022
Tahun 2023 akan menjadi tahun yang sangat menarik bagi dunia bisnis. Selepas dari pandemi Covid19, semua industri kembali tampak bergairah dengan kembalinya pola bisnis dan perilaku konsumsi yang nyaris seperti sebelum pandemi.
Tak bisa dipungkiri, Pandemi Covid19 juga telah membentuk perilaku-perilaku baru dalam hal selling dan buying yang membuat kita, sebagai pemasar, harus beradaptasi dan mengikuti tren yang terjadi.
Berikut ini, beberapa insight yang bisa membantu untuk merumuskan strategi dan taktik pemasaran di tahun 2023.
- Lebih mudah melakukan Impulse Buying
- Lebih menyukai Belanja Online
- Lebih menyukai Online Payment dan Digital Wallet
- Lebih sering membeli atau mencoba karena WOM dan Tren
- Suka mencari tempat baru dari Google Map
- Suka cek Review dan Rating
- Catatan: Customer Wallet Share kini semakin Cluttered
- Merumuskan strategi dan taktik pemasaran di 2023
Lebih mudah melakukan Impulse Buying
Semakin mudahnya persebaran informasi dari berbagai saluran informasi, termasuk social media dan messaging app seperti WhatsApp dan Telegram, membuat konsumen lebih sering melakukan pembelian atas hal-hal yang sebelumnya tidak termasuk dalam rencananya.
Beberapa dari situasi ini mungkin sering kita temukan:
- Tiba-tiba mendapat broadcast di WhatsApp,
- Tiba-tiba mendapat info dari group WhatsApp,
- Tiba-tiba melihat iklan atau endorsment di Instagram, Tiktok, atau Facebook,
dan akhirnya tertarik untuk membeli atau mencoba.
Situasi ini menjadi lebih sering terjadi dengan semakin meningkatnya rasa Fear of Missing Out (FOMO) yang hampir dimiliki oleh semua kalangan dari berbagai generasi di era digital ini.
Lebih menyukai Belanja Online
Konsumen saat ini lebih menyukai berbelanja secara online.
Dengan banyaknya,
- bisnis yang memanfaatkan omni-channel untuk menjual produk atau jasanya,
- informasi produk atau jasa yang tersebar di media sosial maupun group-group WhatsApp,
- marketplace yang sering menawarkan banyak diskon,
belum lagi dengan adanya,
- jasa pengiriman barang yang semakin reliable,
- sistem pembayaran online yang semakin mudah dan kredibel
semuanya membuat konsumen lebih sering dan tidak ragu lagi untuk berbelanja secara online.
Less effort to buy things, juga menjadi alasan utama dari preferensi ini. Tidak perlu meluangkan waktu lebih untuk berbelanja ke toko, menghemat BBM, bisa sambil santai di rumah, adalah beberapa alasan mengapa konsumen saat ini lebih menyukai berbelanja online.
Lebih menyukai Online Payment dan Digital Wallet
Keberadaan dompet-dompet digital seperti GoPay, OVO, dan ShopeePay, sudah mengubah pola transaksi mayoritas masyarakat Indonesia. Hadirnya QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) yang membuat semua orang bisa bertransaksi di mana saja dan kapan saja tanpa membutuhkan uang tunai membuat transaksi menjadi semakin mudah, baik online maupun offline. (baca: Marketing Outlook di Akhir Dekade 2010 dan Awal Dekade 2020)
Penetrasi QRIS yang sangat masif hingga ke level pedagang kaki lima membuat konsumen semakin tidak merasa memerlukan membawa banyak uang tunai di dalam dompetnya.
Ditambah lagi, kini pembayaran QRIS bisa langsung kita lakukan dari aplikasi mobile banking, sehingga kita tidak perlu mentransfer dulu uang kita ke dompet-dompet digital seperti yang disebutkan di atas.
Lebih sering membeli atau mencoba karena WOM dan Tren
Selain mudah melakukan impulse buying dan perasaan FOMO, pada dasarnya konsumen memang cenderung membeli atau mencoba sesuatu berdasarkan informasi tentang produk yang diperolehnya dari lingkungannya (dan influencer), serta tren yang sedang berkembang.
Masih ingat saat tren bersepeda berhasil menggairahkan kembali industri bisnis sepeda? Kini hal yang sama mulai terjadi di tennis, karena banyaknya selebriti yang memulai hype tersebut.
Suka mencari tempat baru dari Google Map
Konsumen saat ini sangat familiar dengan Google Map. Ketika membutuhkan sesuatu yang dekat dengan lokasinya atau lokasi yang akan ditujunya, Google Map adalah salah satu aplikasi pertama yang dibuka untuk explore dan mencari informasi yang dibutuhkannya.
Kecuali untuk produk-produk elektronik, Top of Mind dari Google Map bahkan lebih tinggi dibandingkan Google Search itu sendiri, ketika mereka sedang mencari sesuatu untuk dicoba atau dibeli.
Suka cek Review dan Rating
Saat akan mencoba atau membeli sesuatu, mayoritas konsumen saat ini sering memeriksa review dan rating terlebih dulu. Ketika akan mendapatkan informasi dari teman atau social media, mereka sering mencari review dan memeriksa ratingnya terlebih dulu sebelum memutuskan.
Situasi-situasi ini mungkin sering kita alami sendiri:
- Dapat info beberapa tempat makan baru dari Instagram, lalu membuka Google Map untuk memeriksa review dan ratingnya,
- Ingin mencoba pesan makanan via Go/Grab/ShopeeFood dari resto yang belum dikenal, lalu memeriksa dulu review dan rating resto tersebut untuk menghindari kekecewaan setelah memesan,
- Sedang mengincar sesuatu di Tokopedia/Shopee/dsb, lalu membandingkan review dan rating seller terlebih dulu selain harga sebelum membeli.
Catatan: Customer Wallet Share kini semakin Cluttered
Entry barrier yang semakin rendah untuk memasuki dunia usaha atau sekedar berjualan di saat yang sama membuat tingkat persaingan untuk memperebutkan isi dompet konsumen semakin tinggi.
Di sisi lain, kemudahan untuk melakukan ‘window-shopping‘ hanya dari genggaman tangan membuat konsumen semakin mudah mencari, mem-filter, dan memilih harga yang paling rendah untuk setiap hal yang diinginkannya. Hal ini membuat konsumen memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih konsumtif, sekaligus juga sangat price sensitve.
Kemudahan untuk menerima informasi dan window-shopping membuat konsumen menjadi mudah melakukan impulse buying. Dengan kemudahan itu pula, konsumen menjadi sangat mudah mencari alternatif dan memilih harga yang paling rendah.
Pertumbuhan perilaku online window-shopping ini melejit di saat pandemi, dan menjadi native behaviour hingga saat ini.
Merumuskan strategi dan taktik pemasaran di 2023
Dari beberapa insight di atas, hal-hal yang perlu dijadikan sebagai dasar dalam merumuskan strategi berjualan di tahun 2023 ini adalah:
- Manfaatkan strategi omni-channel dan multi-channel.
Multi-channel dan Omni-channel adalah strategi di mana perusahaan menggunakan semua customer touch point dan point of sale yang ada untuk mempromosikan dan menjual produk atau jasanya. Buat produk atau jasa kita ‘hadir’ dan dapat dibeli di semua platform digital yang banyak digunakan oleh target audience produk atau jasa yang kita jual. Memanfaatkan social media, messaging app, website, Google Business Profile, dan bahkan market-place bila diperlukan, sudah menjadi hal yang wajib di era yang serba digital ini.
Dokumentasikan product journey dan customer touch point produk atau jasa Anda menggunakan template Marketing Funnel ini. - Gunakan WOMM sebagai landasan berpromosi.
Di era di mana informasi semakin dapat tersebar dengan mudah ini, Word of Mouth Marketing semakin diperlukan sebagai landasan untuk setiap rencana pemasaran bisnis dan usaha kita. Influencer Marketing, Evangelist Marketing, Community Marketing, dan bahkan Referral Program, bisa menjadi alat promosi yang sangat dapat diandalkan di tahun 2023 ini.
Baca definisi Word of Mouth Marketing untuk mempelajari lebih lanjut dan unduh Word of Mouth Marketing Checklist untuk memastikan produk atau jasa kita WOM-able. - Fokus pada keseimbangan antara harga dan value.
Kemudahan window-shopping dan wallet-share yang semakin terbagi membuat kita, mau tidak mau, harus bisa menjaga keseimbangan antara harga terendah dan value tertinggi di setiap produk atau jasa yang kita tawarkan. Cari tau cara untuk membuat produk atau jasa kita dapat memiliki harga terendah dari value terbaik di pasar yang kita masuki. Mempelajari Fly Wheel Model dari Amazon dapat membantu untuk lebih memahami tentang ini.